BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Mata pelajaran Bahasa Inggris memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Mengembangkan
kemampuan berkomunikasi dalam bahasa tersebut, dalam bentuk lisan dan
tulis. Kemampuan berkomunikasi meliputi
mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading) dan menulis (writing).
2. Menumbuhkan
kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris sebagai salah satu
bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar.
3. Mengembangkan
pemahaman tentang saling keterkaitan antar bahasa dan budaya serta memperluas
cakrawala budaya. Dengan demikian
peserta didik memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam
keragaman budaya. (Depdiknas, Standar Kompetensi Bahasa Inggris, 2006).
Kenyataan
di lapangan menunjukkan bahwa sebagaian
besar lulusan sekolah menengah belum memiliki kemampuan yang memadai untuk
berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Lulusan sekolah menenengah memang telah
mampu menyelesaikan soal ujian Bahasa Inggrisnya sehingga dia dianggap memiliki
kemampuan tertentu yang dianggap sebagai syarat untuk lulus sekolah. Tetapi kemampuan menyelesaikan soal ujian
tidak identik dengan kemampuan berkomunikasi, terlebih lagi komunikasi lisan.
Faktor
factor seperti jumlah siswa dalam kelas, ketrampilan guru, fasilitas dan lingkungan
sekolah belum mendukung ketercapaian pembelajaran bahasa Inggris untuk
ketrampilan komunikasi lisan. Pencipataan lingkungan yang memungkinkan untuk
penerapan bahasa Inggris setiap saat, setiap hari dan dari waktu ke waktu
memang tidak mudah. Untuk pajanan dan
penciptaan lingkungan yang mendukung diperlukan keterlibatan banyak pihak.
Keterlibatan yang menuntut kemauan dan kemampuan. Apabila kemauan ini hanya berasal dari guru
bahasa Inggris, maka akan menjadi sangat mustahil. Dukungan harus dari semua pihak yang berada
dalam lingkungan yang akan digunakan untuk penerapan bahasa Inggris. Kepala sekolah, guru guru pengampu mata
pelajaran lain, karyawan dan terutama siswa harus terlibat didalamnya.
B. Masalah
Penelitian
Sekolah
Pertanian Pembangunan adalah sekolah menengah kejuruan yang menghasilkan
lulusan tenaga terampil tingkat menengah dalam bidang pertanian. Dilihat dari kemampuan teknisnya, lulusan SPP
siap memasuki dunia kerja dalam bidangnya.
Peluang kerja tersebut sebenarnya tidak hanya ada didalam negeri. Dinegara lain, peluang untuk bekerja di
peternakan atau pertanian sangatlah luas.
Tetapi untuk bekerja dinegara lain, salah satu syaratnya adalah
penguasaan bahasa Inggris.
Tetapi
Bahasa Inggris selama ini hanya dianggap sebagai salah satu mata pelajaran
sekolah dan dipelajari hanya sebatas untuk menjawab soal ujian. Jadi seperti juga lulusan sekolah lain,
lulusan SPP tidak mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan baik. Akibatnya peluang untuk bekerja menjadi lebih
sempit.
Kesadaran
perlunya kemampuan berbahasa Inggris memang masih kurang. Hal ini diperparah
oleh lingkungan yang tidak mendukung untuk penerapan bahasa Inggris dalam komunikasi sehari hari.
Akan
tetapi penetapan delapan SPP menjadi SMK RSBI membuat seluruh civitas akademika
SPP dituntut untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris. Oleh karena itu, usaha untuk menciptakan
lingkungan yang mendukung kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris didukung
semua pihak. Jadi penerapan English Area
di lingkungan SPP dapat berjalan dengan baik sesuai harapan. Karena tuntutan kemampuan berkomunikasi tidak
hanya pada siswa atau guru bahasa tetapi segenap civitas akademika di SPP.
C. Tujuan
Penelitian
Tujuan
penelitian adalah ingin memverifikasi peningkatan kemampuan komunikasi bahasa
Inggris melalui strategi pembelajaran dilaboratorium
bahasa dan dengan penerapan English area. Secara operasional tujuan penelitian menguji
perbedaan peningkatan kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris siswa yang
dibelajarkan dilaboratorium bahasa dan siswa yang dibelajarkan dengan penerapan
English area.
Diharapkan
hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi bahasa Inggris siswa
meningkat dengan penerapan English area. Penerapan English area lebih bisa
diterapkan karena kapasitas laboratorium
bahasa di SPP hanya untuk 30 orang.
D. Hipotesis
Penelitian
Hipotesis
sebagai arahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: tidak ada perbedaan peningkatan
kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris pada siswa yang dibelajarkan dengan
penerapan English area dibandingkan dengan menggunakan laboratorium bahasa.
E. Pentingnya
Penelitian
Pemilihan
strategi pembelajaran bahasa Inggris sangat penting untuk menentukan strategi
yang paling efisien dalam proses pembelajaran.
Melalui pemilihan strategi pembelajaran ini diharapkan dapat memberi
manfaat pada beberapa pihak. Beberapa
manfaat yang dapat dicapai adalah:
1.
Bagi tutor pembelajaran bahasa Inggris,
hasil penelitian ini bisa diterapkan untuk proses tutorial di sekolahnya. Terutama untuk sekolah yang dikelola dengan
system asrama.
2.
Bagi pebelajar, hasil penelitian ini
bisa meningkatkan motivasi untuk mempraktekkan bahasa Inggris dalam kegiatan
sehari hari agar peningkatan kemampuan bahasa Inggris menjadi lebih cepat.
Dengan kemampuan yang memadai untuk berkomunikasi, diharapkan wawasan warga
belajar akan menjadi lebih luas dan kompetensi untuk bersaing dalam dunia
pendidikan dan dunia kerja akan lebih tinggi.
3.
Bagi SPP Pelaihari, hasil penelitian
diharapkan menjadi formula yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berbahasa
Inggris siswanya. Kemampuan siswa dalam
bahasa Inggris adalah salah satu indikator penilaian bagi sekolah rintisan
sekolah bertaraf internasional.
4.
Bagi perkembangan teknologi
pembelajaran, hasil penelitian ini diharapkan akan menambah khasanah penerapan
strategi pembelajaran di lingkungan tertentu.
F. Asumsi
Penelitian
Asumsi yang digunakan dalam
penelitian sebagai pijakan berpikir dan bertindak adalah sebagai berikut:
1. Metode
pembelajaran bahasa Inggris menggunakan laboratorium bahasa dan penerapan
English area dapat dipahami oleh guru dan oleh siswa
2. Metode
pembelajaran dengan laboratorium bahasa adalah metode yang memungkinkan siswa
belajar dari suara ‘native speaker’ dari CD atau kaset, tetapi kapasitas
laboratorium sangat terbatas
3. Metode
pembelajaran di laboratorium memerlukan bantuan pembimbing khusus
4. Metode
pembelajaran di laboratorium sebagai jam tambahan memungkinkan untuk
menimbulkan kejenuhan karena padatnya jadwal siswa
5. Metode
pembelajaran dengan penerapan English area membuat siswa akan termotivasi untuk
belajar dan lebih banyak bertanya kepada guru maupun teman sehingga akan
meningkatkan kemampuan komunikasinya
6. Metode
pembelajaran dengan penerapan English area memaksimalkan potensi guru non
bahasa Inggris untuk membantu pengembangan bahasa siswa SPP Pelaihari
7. Metode
pembelajaran dengan penerapan English area akan meningkatkan kemampuan
komunikasi yang diukur dengan tes TOEIC meskipun siswa tidak belajar dari
‘suara native speaker’
G. Ruang
Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi penggunaan
metode pembelajaran diluar kelas klasikal yaitu pembelajaran di laboratorium
bahasa dan penerapan English area di lingkungan kelas.
Penelitian ini terbatas pada dua aspek, yaitu (1)
eksperimen terbatas selama waktu dua bulan, (2) instrument pre tes dan pos tes
yang digunakan adalah tes TOEIC yang telah terstandar
H. Definisi
Operasional
1.
English area adalah metode berlatih
bahasa yang mewajibkan orang yang berada di area yang ditetapkan wajib
menggunakan bahasa Inggris. Dalam
penelitian ini diterapkan wajib hanya untuk siswa. Guru dianjurkan menggunakan
bahasa Inggris terutama untuk komunikasi non materi pelajaran.
2. Tes
TOEIC adalah tes terstandar untuk mengukur kemampuan komunikasi bahasa Inggris
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
Bahasa
Inggris merupakan bahasa asing yang wajib diajarkan disekolah, peranannya
sangat penting, bukan hanya sebagai jembatan komunikasi pergaulan
internasional, namun juga merupakan salah satu alat penting dalam memahami
sumber ilmu pengetahuan dan teknologi.
Belajar bahasa Inggris merupakan sebuah proses atau system yang tidak
bisa dilepaskan dari komponen komponen lain yang saling berintegrasi. Salah satu komponen tersebut adalah pajanan
lingkungan yang memungkinkan siswa secara alami bisa berkomunikasi lisan. Dalam kegiatan pembelajaran bahasa tersebut
memiliki peranan sebagai alat pengantar kegiatan pembelajaran, khususnya
disekolah sekolah yang sudah berstandar internasional.
Untuk
menjawab kebutuhan terhadap penguasaan bahasa Asing (pada pelajaran bahasa
Inggris), kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan
(Dardjowidjojo, 2000). Dimulai dengan pendekatan tata bahasa dan terjemahan
(1945), oral (1968), audio-lingual (1975), komunikatif (1984), dan kebermaknaan
(1994). Perubahan drastis dalam tahap perumusan kurikulum standar terjadi di
tahun 1984 saat pengajaran bahasa Asing bergeser dari behaviorism menuju
konstruktivisme. Bahasa dipandang sebagai suatu fenomena sosial, dan pengajaran
bahasa seharusnya lebih menekankan pada penggunaan, bukan pada struktur bahasa.
Mengacu paradigma baru ini, Kurikulum 1984 dan 1994 bercita-cita membangun
kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Asing secara aktif.
Undang
undang system pendidikan nasional no 20 tahun 2003 pasal 39 dan 42 menyebutkan
bahwa Bahasa Inggris dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan
pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik,
sehingga semua jenjang kurikulum di Indonesia memasukkan mata pelajaran tersebut sebagai
mata pelajaran wajib.
Djiwandono
(1996:7) mengemukakan bahwa bahasa Inggris juga disebut sebagai bahasa asing
yang pertama (the first foreign language).
Kedudukan sebagai bahasa asing pertama, memiliki kaitan yang sangat erat
dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta lowongan keja yang ada
sekarang. Oleh karena itu, bahasa ini
wajib diajarkan disatuan pendidikan menengah sampai perguruan tinggi. Bahkan, di beberapa satuan pendidikan dasar,
dijadikan sebagai muatan local wajib.
Jannah
(2007:3) mengemukakan bahawa bahasa Inggris merupakan salah satu mata
pelajaran yang memerlukan beberapa macam
tingkatan literasi untuk mempelajarinya secara optimal, yaitu: 1) tingkat
performatif, pebelajar bahasa Inggris diharapkan mampu membaca, menulis,
mendengarkan dan berbicara dengan menggunakan symbol symbol yang digunakan, 2)
tingkat functional, pebelajar dituntut mampu menggunakan bahasa untuk memenuhi
kebutuhan sehari hari seperti membaca surat kabar, manual atau petunjuk, 3)
tingkat informational, pebelajar diharapkan mampu mengakses pengetahuan
berbekal kemampuan bahasa Inggris ,4) tingkat epistemic, pebelajar diharapkan
mampu mengungkapkan pengetahuan kedalam bahasa sasaran.
A. Sifat
Bahasa
Bahasa adalah
medium yang paling penting dalam komunikasi manusia. Bahasa itu bersifat unik bagi manusia dan
sekaligus universal. Dalam kenyataan kegiatan sehari hari kita amati bahwa
hanya manusialah yang mampu menggunakan komunikasi verbal dan kita amati pula
bahwa manusia mampu mempelajarinya.
Semua unit
linguistic ini menggambarkan sejumlah besar karakteristik yang universal. Misalnya saja, setiap bahasa mempunyai bunyi
vocal dan konsonan. Setiap bahasa
mempunyai fonem dan ciri pembedanya serta karakteristik distribusionalnya. Begitu juga setiap bahasa
mempunyai kata kata fungsi dan kata kata isi dan dapat mengubah kata kata isi
tertentu menjadi kata kata isi lain melalui prosedur morfologis seperti
konjungsi, deklensi dan derivasi. Pada
tingkat konstituen, dalam semua bahasa kita bisa membedakan konstituen nominal
dan verbal, dan hubungannya sintaktik yang bisa dibandingkan ada diantara dua
jenis kostituen nominal dan verbal dan hubungan sintatiknya yang bisa
dibandingkan ada diatara dua jenis konstituen ini seperti subyek, obyek,
predikat. Pada tingkat kalimat, dalam
bahasa manapun dimungkinkan melakukan beraneka tingkah ujaran, misalnya
pertanyaan vs pernyataan, tingkat ujaran kalimat langsung vs tak langsung.
Begitu pula dimungkinkan untuk menghubungkan kalimat satu sama lain lewat
koordinasi atau sub ordinasi. Pada
akhirnya kalimat Tanya bisa digabung menjadi teks, misalnya dalam bentuk
monolog atau dialog (Hamied, 1997).
B. Belajar
Bahasa
Teori belajar
bahasa perkembangan dari psikologi behavioristik ke psikologi mentalistik
sangat penting adanya. Teori behavioris
secara eksklusif berdasarkan atas
tingkah laku yang teramati dalam pemerian dan penjelasan tingkah laku
belajar, sedangkan teori mentalistik
berdasarkan struktur dan mekanisme otak bagi pemerian dan penjelasan
semacam itu. Gagasan behavioristik tentang belajar bahasa terutama didasarkan
pada satu teori belajar, yang fokusnya terutama pada peranan lingkungan baik
verbal maupun nonverbal. Gagasan
mentalistik tentang belajar bahasa didasarkan terutama atas asumsi linguistic
yang sifatnya teoritikal, yang fokusnya pada kapasitas bawaan dari seorang anak
untuk belajar bahasa (Hamied, 1997).
C.
Pembelajaran Bahasa Inggris
a.
Bahasa pertama dan bahasa kedua mungkin
dipelajari secara bersamaan atau secara berurutan
b.
Jika secara berurutan, bahasa kedua
mungkin dipelajari pada usia yang beraneka: bisa dipelajari oleh anak anak,
remaja atau dewasa
c.
Bahasa kedua bisa dipelajari dalam
lingkungan bahasa pertama atau bahasa kedua; pada lingkungan bahasa pertama;
bahasa kedua itu biasanya dipelajari melalui pengajaran, sedangkan pada
lingkungan bahasa kedua, bahasa kedua dipelajari melalui kontak verbal dengan
penutur asli dalam lingkungan yang alamiah walau sering pula dibarengi dengan
pengajaran
d.
Belajar bahasa kedua mungkin berkaitan
dengan perkembangan berbagai ketrampilan linguistic, misalnya lisan vs tulisan,
ketrampilan produksi vs reseptif (Hamied 1997)
Pajanan
dan penciptaan lingkungan merupakan suatu factor yang amat penting dalam
pembelajaran bahasa. Kondisi yang
demikian memungkinkan masukan (input) yang diterima siswa maksimal dan dipahami
karena adanya lingkungan yang mendukung dan siswa terlibat dalam situasi
komunikasi yang nyata dan menarik (Krashen, 1982). Krashen lebih jauh menyatakan kelas tidak
dapat menyediakan masukan yang terpahami (comprehensible input) bagi
pemerolehan bahasa.
Pembelajaran
bahasa Inggris dikelas sebaiknya diupayakan menyerupai pembelajaran bahasa
kedua yang alamiah, memfasilitasi dan membantu perkembangannya. Namun,
pelaksanaannya sulit dimaksimalkan dengan alokasi waktu pembelajaran minimal.
Salah
satu tujuan pembelajaran bahasa adalah membekali siswa dengan kemampuan
bekomunikasi agar ia bisa mengatasi masalah masalah yang yang muncul didalam
situasi kehidupan sebenarnya. Kelas
hanya sebagian kecil dari dunia nyata, sedangkan wilayah lebih luas berada
diluar kelas dan diluar sekolah.
Pendekatan
kebermaknaan meyakini bahwa pada dasarnya pemerolehan bahasa didahului oleh
bahasa lisan, dan bahasa tulis sangat sulit berkembang bila bahasa lisan belum
dikuasai. Karena itu pembelajaran lebih dahulu harus diarahkan ke komptensi
bahasa lisan.
D. Pembelajaran
Bahasa Inggris di Tingkat Menengah
Secara
alamiah pemerolehan bahasa didahului oleh bahasa lisan dan bahasa tulis sangat
sulit berkembang jika bahasa lisan belum dikuasai. Berbagai penelitian pemerolehan bahasa menunjukkan
bahwa apa yang diperoleh anak pada masa awal belajar bahasa adalah bahasa yang
fungsional, yang bersifat penyerta tindakan (language accompanying action). Ini terkadang disebut sebagai
‘kurikulum alamiah’, yakni belajar bahasa lisan dahulu kemudian bahasa tulis,
yang sering tidak sejalan dengan kurikulum sekolah.Pertimbangan tersebut
mewarnai kurikulum ini dalam hal penekanan bahasa lisan di kelas 1 SMP dan
semakin meningkat pada penekanan bahasa tulis dikelas 3 SMA.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Rancangan Penelitian
Metode
penelitian yang digunakan untuk membandingkan efektivitas penerapan English
area dan pembelajaran tambahan di laboratorium bahasa Inggris di SPP Pelaihari adalah
quasi experimental. Experimen semu
(quasi experimental) yaitu penelitian eksperimen yang kurang murni, karena
tidak bisa sepenuhnya melakukan control. (Furchan, 2001). Untuk memperkecil kelemahan kelemahan dengan
penggunaan rancangan penelitian ini dilakukan upaya upaya sebagai berikut:
a.
Pendidik yang mengajar dikelas pada
pembelajaran klasikal adalah orang yang sama
b.
Siswa yang dipilih adalah siswa yang
didalam pra test mendapatkan skor yang tidak berbeda nyata
1.
Variabel Penelitian
a.
Variabel bebas
Variabel bebas
adalah variable yang dimanipulasi dan diamati pengaruhnya terhadap variable
terikat, dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran. Variabel bebas yang
dipilih adalah strategi pembelajaran dengan penerapan English Area dan penggunaan
laboratorium bahasa
b.
Variabel terikat
Variabel terikat
yang diamati sebagai pengaruh variable bebas yang digunakan sebagai perlakuan
dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan komunikasi dalam bahasa Inggris.
Peningkatan diukur berdasarkan skor hasil post test yang dilakukan diakhir
perlakuan pembelajaran.
c.
Variabel moderator
Variabel yang
dipertimbangkan pengaruhya karena bisa mempengaruhi hasil penelitian. Misalnya adalah tingkat keaktifan siswa dalam
belajar mandiri.
d.
Variabel control
Variable control
adalah variable selain variable manipulasi yang keberadaannya diduga
berpengaruh terhadap tingkat kesahihan internal, sehingga perlu diupayakan
keberadaannya tidak berbeda secara sistematis. Variabel ini meliputi kemampuan
awal siswa, waktu pemberian perlakuan, minat siswa terhadap program dan lain
lain.
Upaya dilakukan
agar pengaruh variable variable tersebut relative kecil, yaitu:
1)
Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh
guru yang sama, baik kelompok yang mendapat perlakuan dengan penerapan English
area maupun kelompok yang mendapat pembelajran di laboratorium bahasa
2)
Kemampuan awal ketiga kelompok
diusahakan sama yaitu dengan jalan menguji perbedaan rata rata skor pra tes
yang diberikan sebelum diberi perlakuan pembelajaran yang berbeda
B.
Subjek Penelitian
Subjek
penelitian adalah seluruh siswa kelas satu program studi kesehatan hewan SPP
Pelaihari. Siswa kelas satu kesehatan
hewan A mendapatkan tugas untuk menerapkan English area dan siswa kelas B
sebagai subyek dalam pembelajaran di laboratorium bahasa. Pembelajaran dilakukan selama kurun waktu dua
bulan. Subyek yang mendapat perlakuan pembelajaran di laboratorium, setiap sore
menerima pembelajaran tambahan selama satu jam setiap hari senin sampai sabtu. Sedangkan English area diberlakukan di jam
pelajaran sekolah untuk komunikasi non kependidikan.
C.
Instrumen Penelitian
Dalam
penelitian ini terdapat dua instrument penelitian yang digunakan sebagai alat
untuk mengukur variable penelitian, yaitu: (1) instrument pra tes, (2)
instrument post tes.
Instrument
tes yang diberikan adalah tes kemampuan TOEIC siswa. Instrument ini dipilih
karena dianggap cukup memiliki kesesuaian untuk mengukur kemampuan komunikasi
bahasa Inggris seseorang.
Pra
test diberikan sebelum penelitian dilakukan. Penelitian dilakukan selama 2
bulan.
D. Pengumpulan
Data
Metode yang digunakan dalam
pengumpulan data penelitian ini adalah tes TOEIC. Tes dilakukan sebelum
perlakuan dan sesudah perlakuan.
Perbedaan nilai tes dianggap hasil dari perlakuan.
E. Analisis
Data
Analisis statistic yang
digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis statistic inferensial
parametric, yaitu analisis varian (ANOVA). Analisis statistic deskriptif
mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data
sampel atau populasi sebagaimana adanya. Analisis deskriptif akan menampilkan
data perolehan belajar siswa pada kedua metode pembelajaran.
Analisa varian terutama
untuk menjawab pertanyaan pertanyaan penelitian dan hipotesis hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Creswell,
J.W. 2010. Research Design Pendekatan
Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Edisi Ketiga. Yogyakarta. Pustaka
pelajar.
DEPDIKNAS.
2008, Standar Kompotensi Bahasa Inggris SMA, direktorat Pembinaan sekolah
menengah Atas. Jakarta.
Djiwandono,
S. 1996. Sambutan promoter Wido Toendan Untuk Memperoleh Gelar Doktor
Pendidikan Bidang Studi Bahasa Inggris. IKIP Malang.
Harmer,
Jeramy.2000. How to Teach English, Harlow:Addition-Wesley. Longman Ltd.
Haryono, S.
2001.Interaksi Social dalam Pembelajaran Bahasa Asing. JIBS
Suherman, A.
Pembelajaran Bahasa Asing. UPI
Susanto, 2004. Jurnal Teknologi
Pembelajaran: Teori dan Penelitian. Penerapan English Hours dalam Pembelajaran
Bahasa Inggris di Sekolah Dasar.
Tim, Penyusun. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Universitas Negeri Malang.
----------------
1988. Psikologi Belajar Mengajar Bahasa Asing. Jakarta. Departemen
Pendidikan
dan Kebudayaan.
ini judul proposalnya apa ya?
BalasHapus