LANDASAN
PEMBELAJARAN
1. Aktivitas
pembelajaran merupakan aktivitas manusia sebagai makhluk berbudaya (pendidikan
sebagai gejala budaya), memberikan konsekuensi bahwa perbaikan dalam
pembelajaran terus dilakukan. Oleh karena itu diperlukan landasan pembelajaran
yang mantap agar perubahan yang dilakukan didasarkan kajian-kajian yang bisa
dipertanggungjawabkan. Diantaranya terdapat tiga landasan dalam kerja tersebut
, yaitu landasan filosofis, landasan sosiologis dan landasan psikologis.
a. Peran
Landasan Filosofis dalam memecahkan persoalan pembelajaran di Indonesia.
Landasan
filosofis berfungsi sebagai azas kerokhanian dan azas moral system pendidikan
nasional. Karena itu kebijaksanaan,
strategi dan proses pembinaan sumber daya manusia berkualitas sebagai tujuan
pendidikan nasional bersumber dan dijiwai oleh azas normative filsafat
pendidikan bangsa Negara yaitu Pancasila.
Contoh
: Guru dalam menyelesaikan persoalan persoalan dalam pembelajaran berlandaskan
Pancasila. Misalnya berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran, mengutamakan
musyawarah, tidak membedakan SARA,
memberi nilai secara adil kepada seluruh siswa
b. Peran
Landasan sosiologis dalam memecahkan persoalan pembelajaran di Indonesia.
Sosial
budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan
manusia sehari hari. Setiap kegiatan manusia hampir tidak pernah lepas dari
unsure social budaya. Sebab sebagian
besar kegiatan manusia dilakukan secara kelompok termasuk kegiatan pendidikan
dan proses pembelajaran.
Proses
social dan interaksi social didasari factor factor:
·
Imitasi atau peniruan,
bisa bersifat positif atau negative.
Contohnya anak akan meniru gaya berpakaian seorang guru yang rapi, atau
selalu berdisiplin tetapi bisa juga anak akan meniru perilaku yang tidak baik
dari guru. Jadi guru dalam hal ini menjadi teladan bagi anak. Kalau dalam
proses pembelajaran, guru bersikap otoriter maka anak akan meniru sikap itu,
mungkin pada adik kelasnya atau pada adiknya dirumah.
·
Sugesti akan terjadi
kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan atau sikap orang lain
yang berwibawa atau berwenang atau
mayoritas. Disekolah yang
berwibawa misalnya guru, yang berwenang misalnya kepala sekolah dan yang
mayoritas misalnya pendapat sebagian besar temannya. Sugesti ini memberi jalan bagi anak untuk
mensosialisasi dirinya. Namun kalau anak
terlalu sering mensosialisasi lewat sugesti dapat membuat daya berpikir yang rasional terhambat.
·
Seorang anak juga dapat
mensosialisasikan diri lewat identifikasi. Ia berusaha atau mencoba menyamakan
dirinya dengan orang lain baik secara sadar atau tidak sadar. Contohnya seorang anak mengidentifikasi guru
putri yang cantik. Anak itu kemudian
ingin secantik gurunya, paling sedikit dalam caranya berdandan
·
Simpati adalah factor
terakhir yang membuat anak mengadakan proses social. Simpati terjadi manakala seseorang merasa
tertarik kepada orang lain. Faktor perasaan memegang peranan penting dalam
simpati. Oleh sebab itu hubungan yang
akrab perlu dikembangkan peserta didik agar simpati ini mudah muncul,
sosialisasi mudah terjadi dan anak anak tertib mematuhi peraturan peraturan
kelas dalam belajar.
Untuk
memudahkan sosialisasi dalam pendidikan maka guru menciptakan situasi terutama
pada dirinya sendiri, agar factor factor yang mendasari sosialisasi ini muncul
pada diri anak didik. Misalnya guru
harus menjadi contoh dalam berperilaku agar ditiru, diidentifikasi dan anak
anak bersimpati kepadanya. Begitu pula
dengan kondisi kelas, perlu dibina dengan baik agar sosialisasi anak tidak
terhambat.
c. Peran
Landasan Psikologis dalam memecahkan persoalan pembelajaran di Indonesia.
Jiwa
manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Makin besar anak makin
berkembang pula jiwanya dengan melalui tahap tahap tertentu hingga mencapai
kedewasaan. Dalam perkembangan jiwa dan
jasmani itulah seyogyanya anak anak belajar sebab pada masa itu mereka peka
belajar dan punya waktu banyak untuk belajar.
Masa belajar ini bertingkat tingkat sejalan dengan fase perkembangan
mereka. Oleh karena itu layanan
pendidikan terhadap mereka harus dibuat bertingkat tingkat agar pelajaran dapat
dipahami oleh anak anak.
Setiap
anak juga punya gaya belajar dan pilihan terhadap lingkungan belajar yang
berbeda beda, maka strategi yang digunakan harus disesuaikan. Bakat anak juga
berbeda, karena itu diusahakan pengembangan bakatnya .
Contoh
: Guru memberikan materi yang sesuai fase perkembangan siswanya, karena agar
pembelajaran bermakna, guru memberikan strategi pembelajaran sesuai dengan
karakteristik siswa.
2. A.
Keunggulan KTSP
·
KTSP memberikan otonomi
luas kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai
kondisi setempat. Kondisi ini menyangkut
kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk
menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi
kebutuhan siswa. Selain itu, KTSP sekolah memiliki kewenangan untuk menggali dan mengelola
sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan.
·
Sekolah bisa berkembang
semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik bagi anak didik, misalnya
menjadi sekolah plus. Jadi dalam hal ini pihak sekolah akan berupaya untuk
menjadikan ‘sekolahnya menjadi sekolah pilihan masyarakat’
·
Partisipasi masyarakat
dan orang tua siswa lebih tinggi ( tidak hanya dalam hal keuangan tetapi juga
merumuskan serta mengembangkan program program yang dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran)
B. Titik lemah pelaksanaan KTSP bila dikaitkan
dengan keberadaan SDM bangsa Indonesia saat ini adalah ketidak seragaman
kemampuan sumber daya sekolah terutama di daerah yang ditandai oleh:
·
Sebagian kepala sekolah
dan guru masih belum memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi kondisi dan
kebutuhan peserta didik dan masyarakat.
·
Kurikulum KTSP menuntut
sekolah untuk punya visi dan misi yang jelas tetapi kadang kepala sekolah dan
guru belum mampu untuk mewujudkan visi dan misi itu. Jadi baru tulisan di
dinding sekolah.
·
Partisipasi masyarakat
dan orang tua masih sangat rendah dalam pengembangan KTSP.
·
Musyawarah guru mata
pelajaran (MGMP), dan Kelompok Kerja Guru masih belum aktif. Meskipun di
kabupaten telah ditetapkan satu hari dalam seminggu bagi guru bidang studi
untuk mengadakan pertemuan, tapi kebanyakan guru menggunakannya untuk hari
libur karena tidak mengajar.
·
KTSP menuntut
kemandirian guru teutama dalam melaksanakan, menyesuaikan dan mengadaptasikan
KTSP dalam pembelajaran dikelas. Tetapi banyak guru masih tidak mau repot dan
meskipun sudah membuat RPP, pelaksanaannya seringkali tidak sesuai.
3. A.Persoalan
dalam pendidikan karakter di Indonesia
Pendidikan
karakter bisa berbasis pada nilai religious, nilai budaya, lingkungan dan
berbasis potensi diri. Dalam pendidikan
di Indonesia, pendidikan karakter belum menggunakan strategi yang sesuai. Aspek kognitif lebih ditekankan dibandingkan
aspek afektif dan psikomotor. Misalnya
pembelajaran agama dan kewarganegaraan ujiannya masih menggunakan ujian
tulis. Belum menilai kesesuaian tingkah
laku siswa dengan agamanya atau nilai budaya Indonesia.
Dalam kaitannya dengan karakter berbasis
lingkungan, kita belum mampu memberikan contoh bagi generasi muda untuk peduli
lingkungan dan kita belum memberikan penghargaan yang pantas untuk orang orang
yang peduli lingkungan. Dan kita belum
memberi sangsi hukum yang sesuai bagi
perusak lingkungan.
Dalam kaitannya dengan potensi diri anak
didiknya,kita belum mampu membentuk sikap pribadi yang punya kesadaran untuk
memberdayakan potensi dirinya semaksimal mungkin.
B. Solusi yang harus dilakukan sekolah dalam
pembelajaran karakter generasi muda sebagai pengganti generasi dimasa mendatang
·
Penggunaan metode
behavioristik dengan memberi akan menumbuhkan karakter dan perilaku yang
baik. Hal ini ditunjukkan dengan : 1)
teladan dari orang dewasa, (kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan) , 2)
penegakan hukum atau pemberian sangsi yang sesuai dan 3) pemberian penghargaan
bagi siapa yang bisa menjadi teladan.
·
Peningkatan kualitas
pendidik (guru) dalam hal ini menyangkut masalah peningkatan pengetahuan
(kognitif), maupun sikap (adaptif).
·
Peningkatan
pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam upaya pengembangan karakter peserta
didik.
·
Penambahan sarana &
prasarana yang menunjang proses pembelajaran.
·
Menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif sehingga mampu mewujudkan manusia-manusia yang
berkarakter.
·
Diperlukan kerjasama
antara pihak sekolah dengan keluarga, masyarakat, pemerintah dan stake holder
dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
·
Adanya Evaluasi yang
konsisten dan kontinu dari pihak sekolah dan instansi terkait.