Menurut
Gafur dalam Soeharto ( 1988: 12) definisi desain instruksional adalah
keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan
teknik mengajar untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk didalamnya adalah pengembangan paket
pembelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi
hasil belajar.
Perancangan
bahan pembelajaran dan lingkungan belajar bisa berpedoman pola pikir dan prosedur
yang berbeda ( Molenda & Boling, 2008:103).
Perancangan
pembelajaran dapat dijadikan titik awal upaya perbaikan kualitas
pembelajaran. Ini berarti bahwa
perbaikan kualitas pembelajaran harus diawali dari perbaikan kualitas desain
pembelajaran dan merancang pembelajaran dengan pendekatan sistem (Degeng, 1999:
2). Desain sistem pembelajaran merupakan
proses sistematik yang dilakukan dengan menerjemahkan prinsip prinsip belajar
dan pembelajaran untuk diaplikasikan ke dalam bahan ajar dan kegiatan pembelajaran
(Pribadi, 2009: 82).
Hakikat
pendekatan sistem adalah membagi proses perencanaan pembelajaran kedalam
langkah langkah, menyusun langkah langkah secara logis dan menggunakan hasil
tiap tiap langkah sebagai masukan langkah berikutnya ( Molenda & Boling, 2008:104).
Ada
banyak model desain yang menggunakan pendekatan sistem. Desain tersebut berbeda
dalam jumlah dan nama langkah
langkahnya, serta fungsi masing masing langkah yang direkomendasikan ( Molenda
& Boling, 2008:110).
Komponen sekaligus merupakan
langkah-langkah utama dari model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan
oleh Dick dan Carey dalam Dick, et al,. (2001) terdiri atas :
1. Mengidentifikasi
tujuan pembelajaran
2. Melakukan
analisis pembelajaran
3. Menganalisis
karakteristik siswa dan konteks pembelajaran
4. Merumuskan
tujuan pembelajaran khusus
5. Mengembangkan
instrumen penilaian
6. Mengembangkan
strategi pembelajaran
7. Mengembangkan
dan memilih materi ajar
8. Merancang
dan mengembangkan evaluasi formatif
9. Melakukan
revisi terhadap program pembelajaran
10.
Merancang dan
mengembangkan evaluasi sumatif
Langkah-langkah pengembangan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi
tujuan pembelajaran
Tujuan
pembelajaran idealnya diperoleh dari analisa kebutuhan yang benar benar mengindikasikan adanya suatu masalah yang
pemecahannya adalah dengan memberikan pembelajaran (Dick, et al, 2001: 19).
Sasaran
akhir dari suatu pembelajaran adalah tercapainya tujuan pembelajaran umum, oleh karena itu dalam
merancang pembelajaran harus memperhatikan secara mendalam rumusan tujuan pembelajaran
umum yang akan ditentukan.
2. Melakukan
analisis pembelajaran
Tujuan
utama analisis pembelajaran adalah mengidentifikasi pengetahuan dan ketrampilan
yang harus ada pada pembelajaran (Dick, et
al, 2001: 37) Karena prosesnya relatif kompleks, analisis pembelajaran terhadap
tujuan pembelajaran umum dapat dilakukan melalui dua tahap : 1) menggolongkan
pernyataan tujuan umum menurut jenis kapabilitas belajar. 2) melakukan analisa
lanjutan untuk mengidentifikasi ketrampilan bawahan. Keduanya merupakan proses analisa
pembelajaran.
Pembelajaran
ketrampilan psikomotor biasanya memerlukan perpaduan ketrampilan intelektual
dan ketrampilan motorik. Langkah pertama
untuk analisa dilakukan dengan menerapkan prosedur analisis hierarkis (Dick, et al, 2001: 81).
3. Menganalisis
karakteristik siswa dan konteks pembelajaran
Selain melakukan
analisis tujuan pembelajaran, hal penting yang perlu dilakukan dalam menerapkan
model ini adalah analisis terhadap karakteristik siswa yang akan belajar dan
konteks pembelajaran. Kedua langkah ini dapat dilakukan secara bersamaan atau
paralel. Analisis konteks meliputi kondisi-kondisi terkait dengan keterampilan
yang dipelajari oleh siswa dan situasi yang terkait dengan tugas yang dihadapi
oleh siswa untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari.
Analisis terhadap karakteristik siswa meliputi kemampuan aktual yang dimiliki
oleh siswa, gaya belajar, dan sikap terhadap aktivitas belajar. Identifikasi yang
akurat tentang karakteristik siswa yang akan belajar dapat membantu perancang
program pembelajaran dalam memilih dan menentukan strategi pembelajaran yang
akan digunakan.
4. Merumuskan
tujuan pembelajaran khusus
Perumusan
tujuan khusus pembelajaran merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai
siswa setelah mereka selesai mengikuti kegiatan pembelajaran. Dalam merumuskan
tujuan pembelajaran khusus, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian,
yaitu :
a. menentukan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah menempuh proses
pembelajaran.
b. kondisi
yang diperlukan agar siswa dapat melakukan unjuk kemampuan dari pengetahuan
yang telah dipelajari. Komponen kondisi dalam tujuan pembelajaran khusus menyebutkan
sesuatu yang secara khusus diberikan atau tidak diberikan ketika pebelajar
menampilkan perilaku yang ditetapkan dalam tujuan (Degeng, 1999: 2). Komponen kondisi bisa berupa bahan dan alat,
informasi dan lingkungan.
c. indikator
atau kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam
menempuh proses pembelajaran. Kriteria yang relevan tersebut dapat berupa
kecermatan, waktu (kecepatan), kesesuaian dengan prosedur, kuantitas atau
kualitas hasil akhir (Degeng, 1999: 5).
5. Mengembangkan
instrumen penilaian
Berdasarkan
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, langkah selanjutnya adalah
mengembangkan alat atau instrumen penilaian yang mampu mengukur pencapaian
hasil belajar siswa. Yang perlu diperhatikan dalam menentukan instrumen
evaluasi yang akan digunakan adalah instrumen harus dapat mengukur performa
siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Beberapa tujuan pembelajaran tidak bisa diukur dengan tes obyektif tetapi
harus diukur unjuk kerja dengan pengamatan penilai. Untuk membuat instrumen penilaian ini harus
dilakukan pemberian skor untuk tiap langkah yang dilakukan oleh pebelajar
(Dick, et al, 2001:173).
Tes acuan patokan
disusun secara langsung untuk mengukur tingkah laku yang digambarkan dalam
tujuan. Ada empat jenis tes acuan patokan :
a. Tes
perilaku awal atau entry behavior test. Tes ini diberikan sebelum mulai pembelajaran.
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pebelajar telah menguasai ketrampilan
yang menjadi prasyarat bagi pembelajaran.
b. Tes
pendahuluan atau pre test, adalah tes
acuan patokan yang diperlukan untuk mengetahui profil pebelajar sehubungan
dengan analisis pembelajaran. Pre test
tidak selalu harus dilakukan. Pada saat
topic yang akan dipelajari merupakan sesuatu yang baru, maka hasilnya pre test kadang tidak bisa menggambarkan
kemampuan pebelajar yang sebenarnya. Hal ini karena pebelajar mungkin menebak
jawaban tes.
c. Latihan
adalah tes yang bertujuan untuk membuat pebelajar berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran. Latihan bisa membuat pebelajar mengulang kembali pengetahuan dan
ketrampilan baru sekaligus menilai tingkat pemahaman dan ketrampilannya
sendiri. Pembelajar menggunakan hasil latihan untuk memberikan umpan balik dan
memonitor kecepatan pembelajaran.
d. Post test
adalah tes acuan patokan yang mencakup seluruh tujuan pembelajaran yang
mencerminkan hasil belajar yang dilakukan siswa. Meskipun begitu, tujuan awal post test adalah untuk mengidentifikasi
bagian pembelajaran yang tidak berhasil.
Keempat
jenis tes itu dimaksudkan untuk digunakan selama proses desain pembelajaran
(Dick, et al, 2001: 147-148).
Item
tes dan tugas harus sesuai dengan : 1) tujuan sementara dan tujuan akhir
pembelajaran, 2) karakteristik dan kebutuhan pebelajar seperti tingkat
penguasaan bahasa, tingkat perkembangan pebelajar, tingkat motivasional dan
ketertarikan, pengalaman dan latar belakang dan kebutuhan khusus pebelajar
(Dick, et al, 2001: 151-153). Desainer juga harus membuat keadaan pada saat
tes sama dengan saat belajar. Item tes dan tugas harus realistis atau
autentik. Pebelajar juga harus diberi
petunjuk sebelum menjawab soal.
6. Mengembangkan
strategi pembelajaran
Berdasarkan
informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya, perancang program pembelajaran
dapat menentukan strategi yang akan digunakan dalam pembelajaran.
Strategi
yang digunakan disebut strategi
pembelajaran atau instructional strategy.
Asal konsep strategi pembelajaran adalah the
events of instruction yang digambarkan oleh Gagne dalam bukunya Condition of Learning. Dick and Carey mengelompokkan kegiatan itu dalam
lima komponen yaitu: 1) aktivitas pra pembelajaran, 2) penyajian materi atau
isi, 3) partisipasi pebelajar, 4)
penilaian dan 5) aktifitas lanjutan (Dick, et
al, 2001: 189).
Aktivitas
pra pembelajaran dilakukan dengan memotivasi siswa, menginformasikan tujuan
pembelajaran dan menginformasikan ketrampilan prasyarat pada pebelajar.
Selanjutnya dilakukan penyajian materi.
Kegiatan ini bukan hanya untuk menjelaskan konsep konsep baru saja,
tetapi juga menjelaskan hubungan antar konsep. Desainer juga memutuskan berapa
jenis dan jumlah contoh yang akan diberikan untuk tiap tiap konsep.
Salah
satu komponen yang paling kuat dalam proses pembelajaran adalah latihan dengan
umpan balik. Desainer harus memberikan aktivitas yang relevan dengan tujuan
disertai dengan umpan balik atau informasi tentang unjuk kerja mereka. Sedangkan untuk kegiatan lanjutan, desainer
meninjau lagi strategi secara keseluruhan untuk menentukan berhasilnya proses
belajar.
7. Mengembangkan
dan memilih bahan ajar
Bahan
ajar memuat isi yang akan digunakan pebelajar untuk mencapai tujuan. Termasuk didalamnya adalah tujuan khusus dan
tujuan umum dan semua yang mendukung terjadinya proses belajar dalam diri
pebelajar. Bahan ajar juga berisi informasi yang akan digunakan pebelajar untuk
memandu kemajuan mereka selama pembelajaran.
Semua bahan ajar juga harus dilengkapi dengan tes obyektif atau
pengukuran kemampuan pebelajar. Termasuk didalamnya adalah soal pre test dan post test.
Selain
bahan ajar, diperlukan juga petunjuk penggunaan bagi pembelajar dan
pebelajar (Dick, et al, 2001: 245)
8. Merancang
dan mengembangkan evaluasi formatif
Tujuan
dari evaluasi formatif adalah untuk mengumpulkan data yang terkait dengan
kekuatan dan kelemahan pembelajaran. Hasil dari proses evaluasi formatif dapat
digunakan sebagai masukan atau input untuk memperbaiki draf paket pembelajaran. Meskipun tujuan utamanya adalah mendapat data
dari pebelajar tetapi tinjauan dari orang lain yang juga ahli merupakan hal
yang penting (Dick et al, 2001: 285)
Tiga
jenis evaluasi formatif dapat diaplikasikan untuk mengembangkan produk atau
program pembelajaran, yaitu :
·
Evaluasi perorangan
·
Evaluasi kelompok kecil
·
Evaluasi lapangan
Evaluasi perorangan merupakan tahap
pertama dalam menerapkan evaluasi formatif. Evaluasi ini dilakukan melalui kontak
langsung dengan minimal tiga orang calon pengguna program untuk memperoleh
masukan tentang kesalahan kesalahan yang tampak dalam bahan ajar dan memperoleh
petunjuk awal daya guna bahan ajar dan
reaksi pebelajar pada isi bahan ajar. Untuk
tahap ini dipilih satu orang pebelajar yang memiliki kemampuan diatas
rata-rata, satu orang berkemampuan sedang dan satu orang berkemampuan dibawah
rata-rata.
Evaluasi kelompok kecil dilakukan
dengan mengujicobakan program terhadap kelompok kecil calon pengguna. Evaluasi
ini dilakukan untuk menentukan
efektivitas perubahan yang telah dibuat setelah evaluasi perorangan dan mengidentifikasi masalah yang mungkin masih
ada. Pada langkah ini, pebelajar bisa menggunakan bahan ajar tanpa interaksi
langsung dengan pengembang.
Evaluasi lapangan adalah uji coba
program terhadap sekelompok besar calon pengguna program sebelum program
tersebut digunakan dalam situasi pembelajaran yang sesungguhnya.
9. Melakukan
revisi terhadap program pembelajaran
Langkah
akhir dari proses desain pengembangan adalah melakukan revisi terhadap draf
program pembelajaran. Data yang diperoleh dari prosedur evaluasi formatif
dirangkum dan ditafsirkan untuk mengetahui kelemahan- kelemahan yang dimiliki
oleh program pembelajaran. Evaluasi formatif tidak hanya dilakukan pada draf
program pembelajaran saja, tetapi juga terhadap aspek-aspek desain sistem
pembelajaran yang digunakan dalam program, seperti analisis pembelajaran, entry behavior, dan karakteristik siswa.
Prosedur evaluasi formatif, dengan kata lain, perlu dilakukan pada semua aspek
program pembelajaran dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
program tersebut.
10. Merancang
dan mengembangkan evaluasi sumatif
Evaluasi
sumatif merupakan jenis evaluasi yang berbeda dengan evaluasi formatif. Jenis
evaluasi ini dianggap sebagai puncak dalam aktivitas model desain pembelajaran
yang dikemukakan oleh Dick dan Carey. Evaluasi sumatif dilakukan dilakukan
setelah program selesai dievaluasi secara formatif dan direvisi sesuai dengan standar yang digunakan
oleh perancang. Evaluasi sumatif tidak melibatkan perancang program, tetapi
melibatkan penilai independen. Hal ini merupakan satu alasan untuk menyatakan
bahwa evaluasi sumatif tidak tergolong
ke dalam proses desain sistem pembelajaran.
Kesepuluh langkah desain yang dikemukakan di
atas merupakan sebuah prosedur yang menggunakan pendekatan sistem dalam
mendesain sebuah program pembelajaran. Setiap langkah dalam desain sistem pembelajaran
ini memiliki keterkaitan satu sama lain. Output yang dihasilkan dari suatu
langkah akan digunakan sebagai input bagi langkah-langkah selanjutnya.