Sabtu, 18 Februari 2012
MAKALAH : LANGKAH LANGKAH PENELITIAN
Minggu, 12 Februari 2012
Membuat Chicken Nugget
300 gram daging ayam giling
150 gram tepung roti
100 gram keju cheddar parut (bisa diganti dengan 50 gram tapioka)
3 butir telur ayam
Bumbu
3 siung bawang putih haluskan
1/4 sdt lada
penyedap bila suka
garam secukupnya
Langkah pembuatan
1. Kocok 2 butir telur
2. Tambahkan lada, bawang dan penyedap. kocok lagi.
3.Masukkan daging giling, keju dan 50 gram tepung roti
4. Aduk adonan kemudian cetak di loyang
5. Kukus 30 menit
6. Angkat. Potong sesuai selera.
7. Kocok 1 butir telur . gunakan untuk mencelupkan potongan nugget.
8. Gulingkan di sisa tepung roti
9. Masukkan freezer selama minimal 1 jam
10. Nugget siap digoreng.
konsolidasi pembelajaran asosiatif
KONSOLIDASI PEMBELAJARAN ASOSIATIF
Setelah seseorang belajar, ada beberapa factor yang mempengaruhi lama tidaknya hasil belajar itu bertahan pada dirinya. Faktor factor itu disebut konsolidasi pembelajaran. Prinsip prinsip #2.3 dan 2.4 ( frekuensi dan penguatan) menjadi dasar pembahasan prinsip prinsip konsolidasi berikut.
Pengetahuan tentang respon respon yang tepat, penguatan
2.32. Apabila guru memberikan stimuli kedua (S2) segera setelah pebelajar melakukan tindakan (R) maka sangat mungkin tindakan itu diulang sesuai konteks yang ada. Artinya sangat mungkin S1 dan R menjadi terhubung ( yang berarti ada proses pembelajaran) karena adanya S2 sebagai konsekuensi.
Prinsip ini mengkombinasikan dua prinsip dasar yang sebelumnya didiskusikan, yaitu “hubungan” dan “ efek atau konsekuensi”. Inilah yang disebut instrumental conditioning.
Jika dibandingkan dengan classical conditioning, pada instrumental conditioning guru bisa mengontrolnya. Misalnya dengan tersenyum atau mengatakan ,” benar” atau “ bagus” guru sudah memperkuat pembelajaran dengan konsekuensi dan penguatan. Media lain (seperti film, tv, buku dan lainnya) tidak bisa memberikan konsekuensi dan penguatan.
Ada dua macam penguatan yaitu penguatan contingent (tergantung) dan non contingent. Tujuannya adalah memberi penguatan pada pebelajar hanya jika mereka menunjukkan tingkah laku yang diharapkan oleh guru. Jika guru tersenyum dan mengangguk hanya saat pebelajar menjawab dengan benar, maka dia sudah memberikan penguatan contingent. Penguatan seperti ini sangat jarang ada pada media lain kecuali pembelajaran terprogram.
Penguatan non contingent bisa diberikan setelah keseluruhan pelajaran atau presentasi yang menarik atau hal lain yang memiliki konsekuensi positif bagi pebelajar tanpa menghiraukan respon mereka. Penguatan non contingent merupakan konsep yang lebih umum, yang tidak bisa dibedakan dengan teknik teknik pemberian “motivasi” lainnya.
Intinya, pemberian penguatan yang selektif memang tepat saat pebelajar memberikan respon sesuai keinginan guru Pemakaian penguatan umumnya bertujuan agar proses pembelajaran jadi semakin baik.
Banyak penelitian terkait dengan programmed instruction (PI), menunjukkan tidak adanya efek positif penguatan. Hal ini karena kadang pebelajar “mengintip” jawaban sebelum memberikan respon.
Masalah utama dalam perencanaanya adalah: Jenis stimuli apa yang memperkuat? Jelaslah bahwa banyak stimuli dalam pembelajaran yang bisa saja tidak memperkuat. Tetapi banyak juga yang memperkuat.
Aspek aspek yang bersifat memotivasi seperti pujian atau reward yang nyata merupakan hal yang penting untuk anak anak yang ‘prestasinya kurang’ dan pada anak yang ‘prestasinya sedang’ lebih baik diberi informasi tentang manfaat pembelajarannya.
Penguatan dapat dianggap sebagai kebutuhan dasar atau penyemangat. Ada banyak penyemangat, tetapi disini hanya disebutkan beberapa penguatan yang dianjurkan. Diluar kebutuhan fisiologis seperti makanan, ada banyak kebutuhan lain seperti kebutuhan untuk menjalin hubungan atau kontak social, perlunya status atau penghargaan, perlunya prestasi. Ada juga bukti penelitian bahwa manusia mencari berbagai macam pendorong dan memiliki ketertarikan internal pada permainan seperti teka teki dan persoalan (Berelson and Stiner, 1964).
Permasalahan dasar dalam mengatur penguatan contingent adalah penentuan waktu dan frekuensi. Seberapa cepat penguatan harus diberikan setelah R yang diiginkan sudah dilakukan? Proporsi Rs yang seperti apa yang harusnya diperkuat? Prinsip prinsip berikut berhubungan dengan penentuan waktu.
2.32a. Secara umum, penguatan diberikan sesudah respon (R) yang dinginkan guru dibuat oleh pebelajar. Hal ini memudahkan dalam mengidentifikasi dan menghubungkannya dengan stimulus. Apabila penguatan ditunda harus diingat bahwa pebelajar mengetahui manfaat tindakanya.
Meski ada bukti bahwa penguatan langsung setelah tindakan dilakukan lebih efektif dibandingkan penguatan tak langsung. Tetapi nyatanya manusia belajar untuk bekerja dimana penguatannya ( penghargaan atau hasilnya) ditunda. Mungkin factor yang penting adalah bahwa seseorang sadar bahwa tingkah lakunya membuatnya mendapatkan penguatan atau konsekuensi.
Kata kata guru seperti , “ okey”, “kerja yang bagus” atau “pikiran yang bagus” sesudah siswa menjawab secara lisan, adalah contoh penguatan langsung. Sedangkan komentar yang diberikan pada makalah yang dikembalikan sehari setelah siswa mengumpulkannya adalah contoh penguatan tertunda. Pembelajaran terprogram dan pembelajaran berbasis komputer (CAI) dibuat bisa memberi penguatan langsung sedangkan buku dan film tidak. Tetapi dalam diskusi kelas yang menggunakan buku dan film, guru bisa menjadi mediator dan memberikan penguatan.
Ada bukti yang menentang penguatan langsung. Penguatan yang ditunda 2 hingga 24 jam akan menghasilkan ingatan dan penyerapan/pemahaman ( recall and retention) yang lebih tinggi dibandingkan yang penguatannya diberikan secara langsung. Bukti didapat dari beberapa pembelajaran sain dan ilmu social dengan tingkat kesulitan sedang. Mungkin penguatan langsung akan lebih efektif jika materi lebih sulit.
Sebagai tambahan untuk pertimbangan dalam menentukan waktu yang tepat untuk memberikan penguatan adalah frekuensi.
2.32b. Secara umum, saat pembelajaran materi baru sangat sesuai bila guru memberi penguatan pada jawaban yang benar
Pada saat pembelajaran materi baru atau selama pembelajaran materi yang sulit siswa perlu didorong dan hasil kerjanya dikoreksi langsung. Tingginya kepercayaan diri siswa akan makin meningkatkan prestasi siswa.
Latihan, aplikasi dan review
Prinsip # 2.3 menekankan pengulangan pelajaran, makin sering makin baik. Prinsip # 2.21 menunjukkan perlunya latihan. Prinsip #2.30 menunjukkan pentingnya aktivitas belajar.
2.33. Umumnya kecakapan psikomotor dan pembelajaran hafalan membutuhkan lebih banyak latihan untuk konsolidasi dibandingkan pembelajaran konsep atau prinsip/asas.
Misalnya, untuk memiliki kompetensi memainkan alat music dengan baik seseorang memerlukan latihan bertahun tahun dan perlu latihan teratur terus menerus agar hasilnya lebih sempurna. Sebaliknya, untuk mempelajari konsep tentang lapisan bumi mungkin siswa hanya perlu membaca definisi dan melihat gambarnya, tidak perlu latihan. Tentu saja, pengalaman mengidentifikasi batuan dilapangan , mengobservasi pergeserannya dll, sangat memperkaya konsep tetapi tidak akan mengubah definisi dasar.
2.34 Umumnya, semakin baru materinya semakin membutuhkan banyak waktu untuk latihan dan lebih banyak waktu untuk pengulangan
Prinsip ini sangat cocok dengan prinsip #2.32b, yang merekomendasikan guru untuk lebih sering memberikan penguatan pada pembelajaran materi baru. Beberapa penulis melihat kemungkinan bahwa penguatan merupakan alasan utama perlunya latihan.
2.35. Umumnya, latihan dalam berbagai konteks dapat meningkatkan retensi materi pembelajaran dan memperluas penggunaannya
Pengaruh latihan terhadap tingkat retensi dijelaskan dalam persyaratan S-R karena hubungan R dengan berbagai aspek S membuat R lebih mungkin untuk diingat.
Efek yang serupa seperti transfer dan generalisasi, terjadi saat beberapa stimulus yang berbeda tapi mirip diberikan pada pebelajar. Sebagai konsekuensinya, pembelajaran ditransfer dan digeneralisasi ke situasi yang berbeda dan kegunaanya diperluas.
Transfer kadang juga dianggap sebagai konsekuensi alami dari materi yang dipelajari dengan baik.
2.36. Transfer lebih mudah bila situasi pembelajaran disesuaikan dengan situasi tes atau aplikasinya atau pembelajaran kontekstual (sesuai realitas)
Tidak semua konsekuensi transfer atau generalisasi bersifat positif. Generalisasi seringkali berlebihan (sehingga tidak tepat) karena R tidak sesuai dengan konteks yang baru. Apabila hal ini terjadi, diskriminasi harus dipelajari.
PEMBELAJARAN DISKRIMINASI
Saat dihadapkan pada sekumpulan objek stimulus, pebelajar bisa mengelompokkannya (membentuk sustu konsep) dan menunjuk pada tiap item dalam kelompok tersebut dengan nama yang sama (berdasarkan ekuivalensi yang diperoleh), dan dia dapat membedakan antar obyek dengan nama yang berbeda (membuat diskriminasi. Untuk membedakan dua benda adalah dengan membedakan keduanya.
Kita cenderung memisahkan obyek, kejadian dan ide ide kedalan kesatuan atau pengelompokan yang dapat dibedakan , dengan mengidentifikasi kemiripan, konsistensi, dan keteraturan serta mengamati perbedaan, ketidak sesuaian dan ketidak teraturan yang ada diantara obyek tersebut.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kemiripan item stimulus mempermudah asosiasi sementara perbedaan item mempermudah diskrriminasi. Baik asosiasi maupun diskriminasi akan lebih sulit apabila item makin banyak.prinsip prinsip yang berlaku pada asosiasi juga berlaku pada diskriminasi. Misalnya, pembelajaran diskriminasi dipermudah dengan latihan, pentingnya feedback (umpan balik) dan penguatan dan lain lain.
2.37. Deskriminasi paling mudah dipelajari apabila ada banyak perbedaan pada contoh contoh (stimulus) yang diberikan
2.37 a. Perbedaan bisa dimaksimalkan dengan menyempurnakan criteria suatu contoh, menambah jumlah criteria dan mengeliminasi fitur fitur yang bukan criteria
2.37 b. Latihan sebaiknya dimulai dari contoh yang paling berbeda dan diteruskan dengan yang lebih sedikit perbedaannya
2.38. Pembelajaran sebelumnya menggunakan sesuatu yang memiliki criteria tertentu yang berhubungan dengan materi pembelajaran memudahkan pembelajaran deskriminasi.
Mungkin prinsip asosiasi yang paling banyak dipertanyakan pada pembelajaran diskriminasi adalah stimulus continguity. Beberapa penulis menegaskan bahwa pembelajaran asosiasi lebih mudah saat item itemnya diletakkan berdampingan dan berdekatan satu sama lain. Tujuannya adalah membuat perbedaan semakin jelas. Sementara penulis lain berpendapat bahwa karakteristik item item tersebut harus dipelajari pada situasi , di ruang dan waktu yang terpisah dan tidak berdekatan untuk mencegah kerancuan.
Misalnya pada pembelajaran huruf ‘m’, sebaiknya diajarkan secara terpisah sampai kompetensi memadai. Setelah itu baru dikenalkan dengan huruf ‘n’ yang harus dideskriminasi.
Tergantung pada teori yang diikuti atau pertimbangan dalam praktek , seorang perancang lebih memperhatikan pada fitur fitur untuk dideskriminasikan.
PEMBELAJARAN OBERVASIONAL (PENGAMATAN) DAN KETRAMPILAN MOTORIK (GERAK)
Penelitian tentang peniruan dan peneladanan menuntun pemahaman kita pada satu jenis pembelajaran yang disebut pembelajaran pengamatan.
2.39. Mengamati tindakan tindakan orang lain (model) dapat mendorong pemerolehan pengetahuan baru , menghambat atau mempermudah pengetahuan sebelumnya.
Pembelajaran pengamatan memiliki cakupan yang luas, mulai dari pengetahuan kognitif, tingkah laku pro dan anti social, pemahaman ras dan peran “ dianggapnya sesuai” jenis kelamin dan terjadi dari anak TK hingga orang dewasa.
2.40. Peniruan oleh anak dipengaruhi oleh cara pengasuhan model (, misalnya orang tua, kakak, baby sitter dll) dan dengan mengamati konsekuensi atau akibat dari tingkah laku model. Apabila melihat hukuman, peniruan tingkah laku menjadi terhambat.
Pembelajaran pengamatan sangat penting dalam pemerolehan kecapakan social. Menurut beberapa penulis, contoh observasi ini adalah saat awal seorang anak belajar bahasa.
Untuk ketrampilan sederhana, seseorang bisa saja mendapatnya dari mengamati tetapi untuk ketrampilan yang kompleks tidak cukup hanya dengan pengamatan.
2.41. Pembelajaran ketrampilan biasanya memerlukan pengetahuan dan kemudian dilanjutkan dengan praktek dan kecakapan menerapkannya. Pengetahuan bisa diperoleh dengan informasi verbal dan atau mengamati model, dan tetapi kecakapan dalam bertindak memerlukan latihan dan kadang latihan yang intensif.
Konsepsi lama tentang belajar motorik menekankan pada penggabungan gerakan gerakan yang terpisah (dengan banyak latihan). Setiap gerakan akan diikuti dengan gerakan lainnya, yang mungkin menjadi stimulus bagi respon berikutnya menjadi suaru rangkaian. Pelatihan terfokus pada pembentukan hubungan antar gerakan dengan melakukan latihan.
Konsepsi baru ( Posner dan Keele, 1973) menekankan pada proses yang levelnya lebih tinggi disebut program program motorik seperti representasi igatan seluruh pola gerakan. Pada awalnya gerakan dilakukan dengan sadar, terhenti henti dan akan banyak lebih baik bila disertai umpan balik ( visual dan kinestetik). Gerakan berikutnya akan lebih lancar dan tidak perlu terlalu focus.
Konflik antar konsepsi ini tidak terselesaikan, jadi prinsip prinsip itu tidak cukup memadai untuk diterapkan. Tetapi, analisa prosedur tugas atau kecakapan ( digambarkan dalam Duncan, 1972: dan Anderson and Faust, 1973) berguna untuk membuat seseorang bisa melakukan gerakan sesuai urutan, gerakan yang paling sulit dan mengatasi berbagai macam kesulitan yang mungkin ditemui.
Prisnsip prinsip memory pada pembelajaran pengamatan yang juga bisa diterapkan adalah frekuensi, contiguity (hubungan), penguatan, latihan, pengetahuan yang dihasilkan dan bagian dari keseluruhan pembelajaran.
Didasarkan hal tersebut, pembelajaran pengamatan sulit dibedakan dengan bentuk pembelajaran lain saat stimulusnya diamati oleh pebelajar. Perbedaan pemakaiannya lebih terletak pada stimulus (perlaku model) disbanding aksi yang diamati. Selain itu, baik ada tujuan maupun tidak, pembelajaran pengamatan lebih sering terjadi diluar kelas formal daripada didalam kelas. Dalam situasi social, masing masing dari kita berpotensi jadi partisipan, baik sebagai model maupun sebagai pengamat model.
Selain itu, pembelajaran ketrampilan kognitif seperti visualisasi bisa juga merupakan konsekuensi dari pengamatan berulang ulang dari suatu pekerjaan dan kemudian menjadi karakter (menginternilasikannya).
Dalam pengertian yang lebih luas, banyak pembelajaran konsep yang didasarkan pada pengamatan pebelajar terhadap keteraturan dan variasi ( perbedaan perbedaan ) dalam kehidupannya
DAFTAR PUSTAKA
Fleming, Malcolm and W. Howard Levie. 1978. Instructional Message Design. Prinsiples from the behavioral sciences. Englewood cliff, New Jersey.
Widyatama, Tim. 2010. Kamus Psikologi. Widyatama, Jakarta .