Rabu, 28 Maret 2012

PROPOSAL PENELITIAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran Bahasa Inggris memiliki tujuan sebagai berikut:
1.      Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa tersebut, dalam bentuk lisan dan tulis.  Kemampuan berkomunikasi meliputi mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading) dan menulis (writing).
2.      Menumbuhkan kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris sebagai salah satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar.
3.      Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antar bahasa dan budaya serta memperluas cakrawala budaya.  Dengan demikian peserta didik memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya. (Depdiknas, Standar Kompetensi Bahasa Inggris, 2006).
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa  sebagaian besar lulusan sekolah menengah belum memiliki kemampuan yang memadai untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Lulusan sekolah menenengah memang telah mampu menyelesaikan soal ujian Bahasa Inggrisnya sehingga dia dianggap memiliki kemampuan tertentu yang dianggap sebagai syarat untuk lulus sekolah.  Tetapi kemampuan menyelesaikan soal ujian tidak identik dengan kemampuan berkomunikasi, terlebih lagi komunikasi lisan.  
Faktor factor seperti jumlah siswa dalam kelas, ketrampilan guru, fasilitas dan lingkungan sekolah belum mendukung ketercapaian pembelajaran bahasa Inggris untuk ketrampilan komunikasi lisan. Pencipataan lingkungan yang memungkinkan untuk penerapan bahasa Inggris setiap saat, setiap hari dan dari waktu ke waktu memang tidak mudah.  Untuk pajanan dan penciptaan lingkungan yang mendukung diperlukan keterlibatan banyak pihak. Keterlibatan yang menuntut kemauan dan kemampuan.  Apabila kemauan ini hanya berasal dari guru bahasa Inggris, maka akan menjadi sangat mustahil.  Dukungan harus dari semua pihak yang berada dalam lingkungan yang akan digunakan untuk penerapan bahasa Inggris.  Kepala sekolah, guru guru pengampu mata pelajaran lain, karyawan dan terutama siswa harus terlibat didalamnya.

B.     Masalah Penelitian
Sekolah Pertanian Pembangunan adalah sekolah menengah kejuruan yang menghasilkan lulusan tenaga terampil tingkat menengah dalam bidang pertanian.  Dilihat dari kemampuan teknisnya, lulusan SPP siap memasuki dunia kerja dalam bidangnya.  Peluang kerja tersebut sebenarnya tidak hanya ada didalam negeri.  Dinegara lain, peluang untuk bekerja di peternakan atau pertanian sangatlah luas.  Tetapi untuk bekerja dinegara lain, salah satu syaratnya adalah penguasaan bahasa Inggris.
Tetapi Bahasa Inggris selama ini hanya dianggap sebagai salah satu mata pelajaran sekolah dan dipelajari hanya sebatas untuk menjawab soal ujian.  Jadi seperti juga lulusan sekolah lain, lulusan SPP tidak mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan baik.  Akibatnya peluang untuk bekerja menjadi lebih sempit.
Kesadaran perlunya kemampuan berbahasa Inggris memang masih kurang. Hal ini diperparah oleh lingkungan yang tidak mendukung untuk penerapan bahasa Inggris dalam  komunikasi sehari hari. 
Akan tetapi penetapan delapan SPP menjadi SMK RSBI membuat seluruh civitas akademika SPP dituntut untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris.  Oleh karena itu, usaha untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris didukung semua pihak.  Jadi penerapan English Area di lingkungan SPP dapat berjalan dengan baik sesuai harapan.  Karena tuntutan kemampuan berkomunikasi tidak hanya pada siswa atau guru bahasa tetapi segenap civitas akademika di SPP.

C.     Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah ingin memverifikasi peningkatan kemampuan komunikasi bahasa Inggris  melalui strategi pembelajaran dilaboratorium bahasa dan dengan penerapan English area.  Secara operasional tujuan penelitian menguji perbedaan peningkatan kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris siswa yang dibelajarkan dilaboratorium bahasa dan siswa yang dibelajarkan dengan penerapan English area.
Diharapkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi bahasa Inggris siswa meningkat dengan penerapan English area. Penerapan English area lebih bisa diterapkan  karena kapasitas laboratorium bahasa di SPP hanya untuk 30 orang.

D.    Hipotesis Penelitian
Hipotesis sebagai arahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris pada siswa yang dibelajarkan dengan penerapan English area dibandingkan dengan menggunakan laboratorium bahasa.

E.     Pentingnya Penelitian
Pemilihan strategi pembelajaran bahasa Inggris sangat penting untuk menentukan strategi yang paling efisien dalam proses pembelajaran.  Melalui pemilihan strategi pembelajaran ini diharapkan dapat memberi manfaat pada beberapa pihak.  Beberapa manfaat yang dapat dicapai adalah:
1.      Bagi tutor pembelajaran bahasa Inggris, hasil penelitian ini bisa diterapkan untuk proses tutorial di sekolahnya.  Terutama untuk sekolah yang dikelola dengan system asrama.
2.      Bagi pebelajar, hasil penelitian ini bisa meningkatkan motivasi untuk mempraktekkan bahasa Inggris dalam kegiatan sehari hari agar peningkatan kemampuan bahasa Inggris menjadi lebih cepat. Dengan kemampuan yang memadai untuk berkomunikasi, diharapkan wawasan warga belajar akan menjadi lebih luas dan kompetensi untuk bersaing dalam dunia pendidikan dan dunia kerja akan lebih tinggi.
3.      Bagi SPP Pelaihari, hasil penelitian diharapkan menjadi formula yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris siswanya.  Kemampuan siswa dalam bahasa Inggris adalah salah satu indikator penilaian bagi sekolah rintisan sekolah bertaraf internasional.
4.      Bagi perkembangan teknologi pembelajaran, hasil penelitian ini diharapkan akan menambah khasanah penerapan strategi pembelajaran di lingkungan tertentu.

F.      Asumsi Penelitian
Asumsi yang digunakan dalam penelitian sebagai pijakan berpikir dan bertindak adalah sebagai berikut:
1.      Metode pembelajaran bahasa Inggris menggunakan laboratorium bahasa dan penerapan English area dapat dipahami oleh guru dan oleh siswa
2.      Metode pembelajaran dengan laboratorium bahasa adalah metode yang memungkinkan siswa belajar dari suara ‘native speaker’ dari CD atau kaset, tetapi kapasitas laboratorium sangat terbatas
3.      Metode pembelajaran di laboratorium memerlukan bantuan pembimbing khusus
4.      Metode pembelajaran di laboratorium sebagai jam tambahan memungkinkan untuk menimbulkan kejenuhan karena padatnya jadwal siswa
5.      Metode pembelajaran dengan penerapan English area membuat siswa akan termotivasi untuk belajar dan lebih banyak bertanya kepada guru maupun teman sehingga akan meningkatkan kemampuan komunikasinya
6.      Metode pembelajaran dengan penerapan English area memaksimalkan potensi guru non bahasa Inggris untuk membantu pengembangan bahasa siswa SPP Pelaihari
7.      Metode pembelajaran dengan penerapan English area akan meningkatkan kemampuan komunikasi yang diukur dengan tes TOEIC meskipun siswa tidak belajar dari ‘suara native speaker’

G.    Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi penggunaan metode pembelajaran diluar kelas klasikal yaitu pembelajaran di laboratorium bahasa dan penerapan English area di lingkungan kelas. 
Penelitian ini terbatas pada dua aspek, yaitu (1) eksperimen terbatas selama waktu dua bulan, (2) instrument pre tes dan pos tes yang digunakan adalah tes TOEIC yang telah terstandar

H.    Definisi Operasional
1.      English area adalah metode berlatih bahasa yang mewajibkan orang yang berada di area yang ditetapkan wajib menggunakan bahasa Inggris.  Dalam penelitian ini diterapkan wajib hanya untuk siswa. Guru dianjurkan menggunakan bahasa Inggris terutama untuk komunikasi non materi pelajaran.
2.      Tes TOEIC adalah tes terstandar untuk mengukur kemampuan komunikasi bahasa Inggris


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang wajib diajarkan disekolah, peranannya sangat penting, bukan hanya sebagai jembatan komunikasi pergaulan internasional, namun juga merupakan salah satu alat penting dalam memahami sumber ilmu pengetahuan dan teknologi.  Belajar bahasa Inggris merupakan sebuah proses atau system yang tidak bisa dilepaskan dari komponen komponen lain yang saling berintegrasi.  Salah satu komponen tersebut adalah pajanan lingkungan yang memungkinkan siswa secara alami bisa berkomunikasi lisan.  Dalam kegiatan pembelajaran bahasa tersebut memiliki peranan sebagai alat pengantar kegiatan pembelajaran, khususnya disekolah sekolah yang sudah berstandar internasional.
Untuk menjawab kebutuhan terhadap penguasaan bahasa Asing (pada pelajaran bahasa Inggris), kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan (Dardjowidjojo, 2000). Dimulai dengan pendekatan tata bahasa dan terjemahan (1945), oral (1968), audio-lingual (1975), komunikatif (1984), dan kebermaknaan (1994). Perubahan drastis dalam tahap perumusan kurikulum standar terjadi di tahun 1984 saat pengajaran bahasa Asing bergeser dari behaviorism menuju konstruktivisme. Bahasa dipandang sebagai suatu fenomena sosial, dan pengajaran bahasa seharusnya lebih menekankan pada penggunaan, bukan pada struktur bahasa. Mengacu paradigma baru ini, Kurikulum 1984 dan 1994 bercita-cita membangun kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Asing secara aktif.
Undang undang system pendidikan nasional no 20 tahun 2003 pasal 39 dan 42 menyebutkan bahwa Bahasa Inggris dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik, sehingga semua jenjang kurikulum di Indonesia  memasukkan mata pelajaran tersebut sebagai mata pelajaran wajib.
Djiwandono (1996:7) mengemukakan bahwa bahasa Inggris juga disebut sebagai bahasa asing yang pertama (the first foreign language).  Kedudukan sebagai bahasa asing pertama, memiliki kaitan yang sangat erat dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta lowongan keja yang ada sekarang.  Oleh karena itu, bahasa ini wajib diajarkan disatuan pendidikan menengah sampai perguruan tinggi.  Bahkan, di beberapa satuan pendidikan dasar, dijadikan sebagai muatan local wajib.
Jannah (2007:3) mengemukakan bahawa bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran  yang memerlukan beberapa macam tingkatan literasi untuk mempelajarinya secara optimal, yaitu: 1) tingkat performatif, pebelajar bahasa Inggris diharapkan mampu membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara dengan menggunakan symbol symbol yang digunakan, 2) tingkat functional, pebelajar dituntut mampu menggunakan bahasa untuk memenuhi kebutuhan sehari hari seperti membaca surat kabar, manual atau petunjuk, 3) tingkat informational, pebelajar diharapkan mampu mengakses pengetahuan berbekal kemampuan bahasa Inggris ,4) tingkat epistemic, pebelajar diharapkan mampu mengungkapkan pengetahuan kedalam bahasa sasaran.

A.    Sifat Bahasa
Bahasa adalah medium yang paling penting dalam komunikasi manusia.  Bahasa itu bersifat unik bagi manusia dan sekaligus universal. Dalam kenyataan kegiatan sehari hari kita amati bahwa hanya manusialah yang mampu menggunakan komunikasi verbal dan kita amati pula bahwa manusia mampu mempelajarinya.
Semua unit linguistic ini menggambarkan sejumlah besar karakteristik yang universal.  Misalnya saja, setiap bahasa mempunyai bunyi vocal dan konsonan.  Setiap bahasa mempunyai fonem dan ciri pembedanya serta karakteristik  distribusionalnya. Begitu juga setiap bahasa mempunyai kata kata fungsi dan kata kata isi dan dapat mengubah kata kata isi tertentu menjadi kata kata isi lain melalui prosedur morfologis seperti konjungsi, deklensi dan derivasi.  Pada tingkat konstituen, dalam semua bahasa kita bisa membedakan konstituen nominal dan verbal, dan hubungannya sintaktik yang bisa dibandingkan ada diantara dua jenis kostituen nominal dan verbal dan hubungan sintatiknya yang bisa dibandingkan ada diatara dua jenis konstituen ini seperti subyek, obyek, predikat.  Pada tingkat kalimat, dalam bahasa manapun dimungkinkan melakukan beraneka tingkah ujaran, misalnya pertanyaan vs pernyataan, tingkat ujaran kalimat langsung vs tak langsung. Begitu pula dimungkinkan untuk menghubungkan kalimat satu sama lain lewat koordinasi atau sub ordinasi.  Pada akhirnya kalimat Tanya bisa digabung menjadi teks, misalnya dalam bentuk monolog atau dialog (Hamied, 1997).

B.     Belajar Bahasa
Teori belajar bahasa perkembangan dari psikologi behavioristik ke psikologi mentalistik sangat penting adanya.  Teori behavioris secara eksklusif berdasarkan atas  tingkah laku yang teramati dalam pemerian dan penjelasan tingkah laku belajar, sedangkan teori mentalistik  berdasarkan struktur dan mekanisme otak bagi pemerian dan penjelasan semacam itu. Gagasan behavioristik tentang belajar bahasa terutama didasarkan pada satu teori belajar, yang fokusnya terutama pada peranan lingkungan baik verbal maupun nonverbal.  Gagasan mentalistik tentang belajar bahasa didasarkan terutama atas asumsi linguistic yang sifatnya teoritikal, yang fokusnya pada kapasitas bawaan dari seorang anak untuk belajar bahasa (Hamied, 1997).

C.       Pembelajaran Bahasa Inggris
a.       Bahasa pertama dan bahasa kedua mungkin dipelajari secara bersamaan atau secara berurutan
b.      Jika secara berurutan, bahasa kedua mungkin dipelajari pada usia yang beraneka: bisa dipelajari oleh anak anak, remaja atau dewasa
c.       Bahasa kedua bisa dipelajari dalam lingkungan bahasa pertama atau bahasa kedua; pada lingkungan bahasa pertama; bahasa kedua itu biasanya dipelajari melalui pengajaran, sedangkan pada lingkungan bahasa kedua, bahasa kedua dipelajari melalui kontak verbal dengan penutur asli dalam lingkungan yang alamiah walau sering pula dibarengi dengan pengajaran
d.      Belajar bahasa kedua mungkin berkaitan dengan perkembangan berbagai ketrampilan linguistic, misalnya lisan vs tulisan, ketrampilan produksi vs reseptif (Hamied 1997)
Pajanan dan penciptaan lingkungan merupakan suatu factor yang amat penting dalam pembelajaran bahasa.  Kondisi yang demikian memungkinkan masukan (input) yang diterima siswa maksimal dan dipahami karena adanya lingkungan yang mendukung dan siswa terlibat dalam situasi komunikasi yang nyata dan menarik (Krashen, 1982).  Krashen lebih jauh menyatakan kelas tidak dapat menyediakan masukan yang terpahami (comprehensible input) bagi pemerolehan bahasa.
Pembelajaran bahasa Inggris dikelas sebaiknya diupayakan menyerupai pembelajaran bahasa kedua yang alamiah, memfasilitasi dan membantu perkembangannya.   Namun, pelaksanaannya sulit dimaksimalkan dengan alokasi waktu pembelajaran minimal.
Salah satu tujuan pembelajaran bahasa adalah membekali siswa dengan kemampuan bekomunikasi agar ia bisa mengatasi masalah masalah yang yang muncul didalam situasi kehidupan sebenarnya.  Kelas hanya sebagian kecil dari dunia nyata, sedangkan wilayah lebih luas berada diluar kelas dan diluar sekolah.
Pendekatan kebermaknaan meyakini bahwa pada dasarnya pemerolehan bahasa didahului oleh bahasa lisan, dan bahasa tulis sangat sulit berkembang bila bahasa lisan belum dikuasai. Karena itu pembelajaran lebih dahulu harus diarahkan ke komptensi bahasa lisan.

D.    Pembelajaran Bahasa Inggris di Tingkat Menengah
Secara alamiah pemerolehan bahasa didahului oleh bahasa lisan dan bahasa tulis sangat sulit berkembang jika bahasa lisan belum dikuasai.  Berbagai penelitian pemerolehan bahasa menunjukkan bahwa apa yang diperoleh anak pada masa awal belajar bahasa adalah bahasa yang fungsional, yang bersifat penyerta tindakan (language accompanying action). Ini terkadang disebut sebagai ‘kurikulum alamiah’, yakni belajar bahasa lisan dahulu kemudian bahasa tulis, yang sering tidak sejalan dengan kurikulum sekolah.Pertimbangan tersebut mewarnai kurikulum ini dalam hal penekanan bahasa lisan di kelas 1 SMP dan semakin meningkat pada penekanan bahasa tulis dikelas 3 SMA.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.    Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk membandingkan efektivitas penerapan English area dan pembelajaran tambahan di laboratorium bahasa Inggris di SPP Pelaihari adalah quasi experimental.  Experimen semu (quasi experimental) yaitu penelitian eksperimen yang kurang murni, karena tidak bisa sepenuhnya melakukan control. (Furchan, 2001).  Untuk memperkecil kelemahan kelemahan dengan penggunaan rancangan penelitian ini dilakukan upaya upaya sebagai berikut:
a.       Pendidik yang mengajar dikelas pada pembelajaran klasikal adalah orang yang sama
b.      Siswa yang dipilih adalah siswa yang didalam pra test mendapatkan skor yang tidak berbeda nyata

1.      Variabel Penelitian
a.       Variabel bebas
Variabel bebas adalah variable yang dimanipulasi dan diamati pengaruhnya terhadap variable terikat, dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran. Variabel bebas yang dipilih adalah strategi pembelajaran dengan penerapan English Area dan penggunaan laboratorium bahasa
b.      Variabel terikat
Variabel terikat yang diamati sebagai pengaruh variable bebas yang digunakan sebagai perlakuan dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan komunikasi dalam bahasa Inggris. Peningkatan diukur berdasarkan skor hasil post test yang dilakukan diakhir perlakuan pembelajaran.


c.       Variabel moderator
Variabel yang dipertimbangkan pengaruhya karena bisa mempengaruhi hasil penelitian.  Misalnya adalah tingkat keaktifan siswa dalam belajar mandiri.
d.      Variabel control
Variable control adalah variable selain variable manipulasi yang keberadaannya diduga berpengaruh terhadap tingkat kesahihan internal, sehingga perlu diupayakan keberadaannya tidak berbeda secara sistematis. Variabel ini meliputi kemampuan awal siswa, waktu pemberian perlakuan, minat siswa terhadap program dan lain lain.
Upaya dilakukan agar pengaruh variable variable tersebut relative kecil, yaitu:
1)      Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru yang sama, baik kelompok yang mendapat perlakuan dengan penerapan English area maupun kelompok yang mendapat pembelajran di laboratorium bahasa
2)      Kemampuan awal ketiga kelompok diusahakan sama yaitu dengan jalan menguji perbedaan rata rata skor pra tes yang diberikan sebelum diberi perlakuan pembelajaran yang berbeda

B.     Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas satu program studi kesehatan hewan SPP Pelaihari.  Siswa kelas satu kesehatan hewan A mendapatkan tugas untuk menerapkan English area dan siswa kelas B sebagai subyek dalam pembelajaran di laboratorium bahasa.  Pembelajaran dilakukan selama kurun waktu dua bulan. Subyek yang mendapat perlakuan pembelajaran di laboratorium, setiap sore menerima pembelajaran tambahan selama satu jam setiap hari senin sampai sabtu.  Sedangkan English area diberlakukan di jam pelajaran sekolah untuk komunikasi non kependidikan.

C.     Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua instrument penelitian yang digunakan sebagai alat untuk mengukur variable penelitian, yaitu: (1) instrument pra tes, (2) instrument post tes.
Instrument tes yang diberikan adalah tes kemampuan TOEIC siswa. Instrument ini dipilih karena dianggap cukup memiliki kesesuaian untuk mengukur kemampuan komunikasi bahasa Inggris seseorang.
Pra test diberikan sebelum penelitian dilakukan. Penelitian dilakukan selama 2 bulan.  
D.    Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah tes TOEIC. Tes dilakukan sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan.  Perbedaan nilai tes dianggap hasil dari perlakuan.
E.     Analisis Data
Analisis statistic yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis statistic inferensial parametric, yaitu analisis varian (ANOVA). Analisis statistic deskriptif mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya. Analisis deskriptif akan menampilkan data perolehan belajar siswa pada kedua metode pembelajaran.
Analisa varian terutama untuk menjawab pertanyaan pertanyaan penelitian dan hipotesis hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.




DAFTAR PUSTAKA
Creswell, J.W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Edisi Ketiga. Yogyakarta. Pustaka pelajar.
DEPDIKNAS. 2008, Standar Kompotensi Bahasa Inggris SMA, direktorat Pembinaan sekolah menengah Atas. Jakarta.
Djiwandono, S. 1996. Sambutan promoter Wido Toendan Untuk Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan Bidang Studi Bahasa Inggris. IKIP Malang.
Harmer, Jeramy.2000. How to Teach English, Harlow:Addition-Wesley. Longman Ltd.
Haryono, S. 2001.Interaksi Social dalam Pembelajaran Bahasa Asing. JIBS
Suherman, A. Pembelajaran Bahasa Asing. UPI
Susanto, 2004. Jurnal Teknologi Pembelajaran: Teori dan Penelitian. Penerapan English Hours dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar.
Tim, Penyusun. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Negeri Malang.
---------------- 1988. Psikologi Belajar Mengajar Bahasa Asing. Jakarta. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.

Selasa, 27 Maret 2012

KURIKULUM SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN, KEMANA ARAHNYA?


KURIKULUM DI SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN
(KEMANA ARAHNYA?)

A.    KONSEP KURIKULUM
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Di The American Heritage Dictionary (1982) kurikulum didefinisikan sebagai (1) kumpulan mata pelajaran yang diajarkan disekolah, akademi, dst.(2) Pelajaran umum dan khusus (kejuruan) yang dipelajari disekolah, akademi. Roger’s Thesaurus (1963) daftar yang berisi silabus, materi dan  pembelajaran sebagai sinonim dari kurikulum.
Dalam arti yang lebih luas kurikulum didefinisikan oleh Romine dalam Hamalik 2008, “ cuririculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not.
Implikasi perumusan kurikulum diatas adalah sebagai berikut:
1.      Tafsiran tentang kurikulum bersifat luas, karena kurikulum bukan hanya terdiri atas mata pelajaran tetapi juga meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah
2.      Sesuai dengan pandangan ini, berbagai kegiatan diluar kelas (yang dikenal dengan ekstrakurikuler) sudah tercakup dalam pengertian kurikulum. Oleh karena itu tidak ada pemisahan antara intra dan ekstrakurikulum. 
3.      Pelaksanaan kurikulum tidak hanya dibatasi pada keempat dinding kelas saja, melainkan dilaksanakan baik didalam maupun diluar kelas, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai
4.      Sistem penyampaian yang dipergunakan oleh guru disesuaikan dengan kegiatan atau pengalaman yang akan disampaikan. Oleh karena itu, guru harus mengadakan berbagai kegiatan belajar mengajar yang bervariasi, sesuai dengan kondisi siswa.
5.      Tujuan pendidikan bukanlah untuk menyampaikan mata pelajaran atau bidang pengetahuan pribadi anak dan belajar cara hidup didalam masyarakat.
Pada saat belajar disekolah siswa menerima kurikulum formal dan informal.  Kurikulum formal sangat sering dipikirkan dibanding kurikulum informal. Tetapi kurikulum informal juga penting untuk diketahui.  Salah satu contoh kurikulum formal adalah apa yang kita temukan dalam buku teks.  Sedangkan contoh kurikulum informal adalah apa yang diajarkan pada siswa tentang sopan santun. Misalnya pada siswa perempuan sering diberitahu untuk bersikap sebagai ‘lady’, atau pada siswa laki laki diajari untuk jangan cengeng dan menangis.
Philip Jackson dalam bukunya Life in Classroom (1968) mengembangkan konsep kurikulum tersembunyi, yang dia definisikan sebagai kultur dan nilai yang lebih menonjol yang dianut oleh civitas akademik (siswa dan juga guru) disuatu sekolah.    Mc Laren (1998) menyebutnya sebagai hasil yang ‘tidak diinginkan’ dari proses persekolahan yang diluar materi pembelajaran.
Kurikulum tersembunyi mencerminkan ideology yang dominan didalam suatu sekolah.  Elliot Eisner (1985) menjelaskan bahwa sekolah mengajari lebih dari yang ditawarkan.

B.     KURIKULUM SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN (SPP)
Sekolah pertanian pembangunan pada awalnya semua dikelola oleh departemen pertanian. Kurikulum disusun oleh staf badan pengembangan sumber daya manusia pertanian dan guru guru yang mewakili sekolah masing masing.  Dalam perkembangannya, setelah ada surat keputusan bersama dengan menteri pendidikan nasional, kurikulum di sekolah pertanian pembangunan disusun bersama dengan penyusun kurikulum SMK yang dikelola departemen pendidikan nasional.
Struktur kurikulum yang digunakan di SPP mulai tahun ajaran 2009/2010 sama dengan yang digunakan di SMK atau MAK yaitu kurikulum KTSP yang berisi mata pelajaran wajib, mata pelajaran dasar kejuruan, muatan local dan pengembangan diri.
Mata pelajaran wajib terdiri atas Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, IPA, IPS, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olah raga dan Ketrampilan Kejuruan. Kalau dilihat dari mata pelajarannya, maka adanya mata pelajaran seni dan budaya serta pendidikan jasmani dan olehraga menambah jumlah mata pelajaran bagi siswa SPP.  Jika dilihat dari jam belajarnya, maka dengan kurikulum baru ini terjadi pengurangan jumlah jam untuk pembelajaran ketrampilan kejuruan.  Disisi lain, pembelajaran adaptif menjadi lebih menyesuaikan dengan komposisi kurikulum SMK sehingga memungkinkan lulusan SPP lebih siap untuk bersaing memasuki perguruan tinggi (melanjutkan studi).
Mata pelajaran Dasar Kejuruan terdiri atas beberapa mata pelajaran yang bertujuan untuk menunjang pembentukan kompetensi kejuruan dan pengembangan kemampuan menyesuaikan diri dalam bidang keahliannya. Dengan kurikulum baru ini, beberapa mata pelajaran produktif lama mengalami pengurangan dan atau hilang.  Sebagai contoh: mata pelajaran kesehatan masyarakat veteriner yang inti materinya adalah pengujian mutu produk peternakan tidak lagi diajarkan di jurusan produksi ternak.  Pengurangan jam terjadi pada mata pelajaran reproduksi ternak, teknologi pasca panen dan produksi ternak unggas.  Penggabungan mata pelajaran ternak kecil dengan ternak besar menjadi mata pelajaran ternak ruminansia. Hal ini karena ada mata pelajaran baru dan penambahan jam untuk mata pelajaran normative dan adaptif .
Muatan local merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan kedalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan local ditentukan oleh satuan pendidikan.  Tetapi dibeberapa daerah, muatan local ini tidak menjadi wewenang sekolah karena peran pemerintah daerah lebih dominan dalam membentuk kurikulum muatan local. Jadi tidak semua SPP dapat menentukan kurikulum muatan lokalnya.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru.  Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai kebutuhan, bakat dan minat peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.  Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Dibandingkan dengan sekolah menengah kejuruan lainnya, ada kegiatan ekstra kurikuler yang diwajibkan bagi siswa. Kegiatan ekstrakurikuler dibagi dua, yaitu wajib dan pilihan. Kegiatan wajib terdiri dari pramuka, bela diri (disesuaikan dengan SPP masing masing) dan kegiatan kepedulian lingkungan.  Kegiatan pilihan yang bisa dipilih adalah seni, olah raga, palang merah remaja, marching band dan lain lain. Kegiatan kerohanian bagi siswa muslim juga diberlakukan di kebanyakan SPP. Siswa belum menentukan sendiri kegiatan pengembangan diri, sekolah memberikan kewajiban dan beberapa kegiatan pilihan.
Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan social, belajar, dan pembentukan karis peserta didik.    Sekolah mewajibkan siswa SPP tinggal di asrama untuk waktu minimal satu tahun (siswa tingkat I).  Jadi pelayanan konseling dilakukan pada saat jam belajar (oleh tim kesiswaan) dan pembimbing asrama. Di asrama diajarkan untuk hidup bersama dengan orang lain dan untuk menanamkan kemandirian dan tanggung jawab bagi siswa. Diasrama diberlakukan peraturan peraturan tentang tanggung jawab penghuni asrama terhadap kebersihan dan keindahan tempat tinggal mereka, hubungan antar anggota asrama, jam keluar masuk asrama, larangan bagi orang luar asrama (siswa yang bukan penghuni) untuk memasuki asrama dan aturan kedisiplinan yang sumbernya dari badan pengembangan sumber daya manusia pertanian.
Meskpun kurikulum formal di SPP telah banyak mengalami perubahan, tetapi pengembangan kepribadian (istilah lama) tetap dipertahankan dan hanya berganti istilah menjadi pengembangan diri. Jadi kurikulum informal dan hidden curriculum di SPP tidak mengalami perubahan.
Struktur kurikulum SMK/MAK meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelas X sampai kelas XII.  Struktur kurikulum SMK/MAK disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.  Sejak tiga tahun terakhir ini, sebagian SPP telah mengikuti ujian nasional yang diselenggarakan oleh departemen pendidikan nasional. 
Kalau dilihat lebih jauh, siswa SPP mendapatkan kurikulum informal dan ‘hidden curriculum’ lebih besar dibandingkan siswa SMK lain.  Hal ini karena adanya asrama yang memungkinkan siswa berinteraksi lebih lama di lingkungan sekolah dibandingkan sekolah tanpa asrama. Jadi pengaruh nilai nilai yang dianut di SPP akan lebih besar karena factor asrama tersebut.
 Tata letak ruang kelas merupakan salah satu kurikulum tersembunyi di sekolah

Beberapa pendidik berpendapat bahwa apa yang terjadi disekolah adalah kurikulum (Winch & Gingell, 1999). Jadi desain fisik sekolah bisa juga disebut sebagai kurikulum. Jika dilihat desain fisik SPP, maka desain  bangunan terutama untuk tempat praktek ditentukan spesifik dengan mata pelajaran.  Jarak dan prosedur untuk memasukinya ditentukan oleh peraturan hygiene tempat praktek.  Misalnya konstruksi ideal kandang adalah menghadap ke timur. Jarak minimal antar kandang ayam broiler adalah lima puluh meter. Sanitasi diwajibkan untuk siapapun memasuki kandang.  Siswa dilarang berpindah dari ayam yang berumur tua ke kandang ayam yang berumur lebih muda tanpa lebih dahulu melakukan sanitasi ( mandi dan semprot desinfektan).  

C.     PERAN GURU SPP DALAM  IMPLEMENTASI KURIKULUM BARU
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik (siswa) untuk mencapai tujuan tujuan pendidikan. Guru memegang peran yang sangat penting dalam menyampaikan kurikulum yang digunakan disekolah.  Apapun yang diajarkan, filternya adalah persepsi dan cara mengajar guru, baik kurikulum formal maupun informal. Menurut McCutcheon, guru memiliki kekuatan besar dalam membentuk dan mengontrol penyampaian kurikulum formal.
Berbeda dengan guru disekolah kejuruan lain, pada awalnya semua guru SPP bukan lulusan LPTK.  Guru adalah lulusan fakultas pertanian, peternakan, perikanan, kedokteran hewan dan fakultas lain yang sejenis.  Jadi untuk mengajar di SPP, kemampuan pedagogic tidak menjadi ukuran awal. Pelatihan pedagogic diberikan dalam bentuk Pendidikan dasar bagi guru pertanian di pusat pengembangan sumberdaya manusia pertanian atau akta mengajar yang diselenggarakan oleh badan pengembangan sumberdaya manusia pertanian bekerja sama dengan LPTK.
Dengan latar belakang itu, maka pengetahuan guru SPP tentang kurikulum dan pengembangannya masih belum memadai.  Apalagi banyak guru SPP mengajar bidang studi normative dan adaptif yang tentu saja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Menurut Mulyasa  (2009) agar KTSP dapat dikembangkan secara efektif, serta dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, guru perlu memiliki hal hal sebagai berikut:
1.      Menguasai dan memahami kompetensi dasar dan hubungannya dengan kompetensi lain
2.      Menyukai apa yang diajarkannya dan menyukai mengajar sebagai profesi
3.      Memahami peserta didik, pengalaman, kemampuan dan prestasinya
4.      Menggunakan metode yang bervariasi dalam mengajar dan membentuk kompetensi peserta didik
5.      Mengeliminasi bahan bahan yang kurang penting dan kurang berarti dalam kaitannya dengan pembentukan kompetensi
6.      Mengikuti pengetahuan mutakhir
7.      Menyiapkan proses pembelajaran
8.      Mendorong peserta didik untuk memperoleh hasil yang lebih baik
9.      Menghubungkan pengalaman yang lalu dengan kompetensi yang dikembangkan 
Dengan adanya Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas  dan Undang Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maka SPP mulai berbenah diri untuk menjadi lembaga pendidikan yang lebih baik.  Guru guru lulusan LPTK yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan mulai diterima di sejumlah SPP. Diharapkan dengan tambahan personel baru tersebut, SPP mampu mengimlpementasikan dan mengembangkan kurikulum KTSP.
Pelatihan penyusunan silabi dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum KTSP sudah dilakukan di SPP. 

D.    EVALUASI KURIKULUM SPP (PERLUKAH?)

Essay Herbert spencer tentang Pengetahuan apa yang paling bernilai/bermanfaat? Pertanyaan ini  berangkai dengan ‘Apa yang seharusnya diajarkan disekolah?’. Jika dilihat kembali semua kurikulum yang ada di SPP, perlukah evaluasi? Pengetahuan apa yang paling bernilai/ bermanfaat untuk diberikan bagi siswa SPP?
Mungkin survey terhadap sampel lulusan SPP akan memberi manfaat sebagai petunjuk perlu tidaknya evaluasi kurikulum SPP.  Pelibatan stake holder juga merupakan hal yang wajib pada saat penyusunan kurikulum di SPP.
Lalu kapankah evaluasi harus dilakukan?  Implementasi kurikulum SPP yang mengadopsi kurikulum dinas pendidikan baru berjalan dua tahun.  Masih terlalu jauh untuk mengatakan bahwa kurikulum itu perlu dievaluasi. 








DAFTAR PUSTAKA
Cruickshank, D.R. dkk. 2006. The Act of Teaching. Fourth Edition. Mc Graw Hill 
Hamalik, O. 2008. Dasar Dasar Pengembangan Kurikulum. Cetakan kedua. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E.  2010. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis. Cetakan ketujuh. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya
Sukmadinata, NS. 2004. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Cetakan keenam. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.